Sabtu, 08 September 2012

ORANG ITU...




SIAPA ORANG ITU


Aku terjepit di suatu barisan, sampai aku sendiri lupa barisan apakah ini? Apa yang ada di ujung sana? Aku lupa. Sebelas orang ke depan aku melihat beberapa panitia membagikan konsumsi dan sebuah kaos. Aku dan temanku berada di sebuah acara yaitu Unleashing Creative Mind, acara semacam seminar dan workshop yang diprakarsai oleh DJarum foundation Goes To Campus. Ini adalah sebuah acara anak-anak beasiswa djarum yang mencoba memberikan semangat dalam terus berkarya dan berprestasi dengan berbagai macam kegiatan. Di sela-sela rasa lelah yang terus mengganggu ada seseorang yang membuat rasa lelah ku lelah untuk terus menggangguku. Seseorang yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu gemuk, serba pas untuk ukuran seorang mahasiswa. Berbaju kaos hitam berkerah, kulitnya yang bersih memadukan kebersamaan antara warna-warna sekitar dan cahaya sang surya. Tetap berada pada posisi pasnya bercanda tawa di seberang sana. Dari semua sudut, inilah sudut dimana tak ada celah yang dapat mengganggu mata ini. Aku terpaku.
Dari arah belakang seseorang menepukku, dua orang teman yang berbaris antri bersamaku, Nuri dan Amri.
“Ngapain buk? Ngeliatin orang ganteng apa? Yang mana?” dengan berat badannya bertumpu dipunggungku, Amri meledekku.
“Apaan sih, gak.. pacarmu dateng gak?” tak tersipu malu dan tak tau malu aku mengalihkan pembicaraan kami.
“Aziz? Gak katanya, biarin lah, kalo dia disini apa-apa gak boleh nanti” pacarnya adalah seorang yang posesif.
Aku melihat Nuri terpaku pada suatu sudut yang tak asing. Aku menelusuri lintas sudut itu. Aku tersandung, aku tertabrak, oh tidak!, lebih tepatnya aku tersedak, napasku tak bergantian dengan lancar, sistem pernapasanku tak berjalan dengan baik. Iya, di balik sudut itu adalah orang itu. Manusia serba pas beberapa saat yang lalu aku lirik.
“huft…” Aku menghela nafas panjang, lagi dan lagi. Dan sekali lagi.
            Ku urungkan niatku, toh aku tak ada niat apapun. Semoga kehidupan tetap berlanjut. Aku berpangku tangan. Acara pun sudah tak seasik dahulu. Iya, maksudnya pada awalnya. Dan semua ini membuat barisan berjalan lebih cepat. Semakin dekat dengan meja panitia semakin antri tak dibudidayakan lagi. Kami memakai cara egois dengan saling mendahulukan diri sendiri. Aku pun berhasil mendapatkan tempat pertama bersama yang pertama lainnya. Ketika aku menyadari Nuri dan Amri tak ikut bersamaku. Pertanyaannya adalah kemana mereka? Aku yang meninggalkan mereka atau mereka pulang meninggalkan aku, atau mereka diculik?. Inilah seorang Aini Rizkiana yang sedang ketakutan tak mempunyai teman dalam kehidupan yang ramai ini. Aku galau. Mataku silau, aku terganggu dengan cahaya itu, cahaya disamping kananku, hatiku gembira tanpa alasan. Siapa dia. Siapa orang itu. Orang serba pas itu berada di sampingku. Aku menyadari betapa indahnya perpaduan hidung, bibir, mata dan alis itu. Wajah itu.
            “Aini…” astaghfirullah, aku tersadar ketika seseorang memanggilku.
            Aku mencari asal suara itu, disebuah celah dari keramaian aku melihat Nuri dan Amri. Apa yang mereka sedang lakukan disana. Sepertinya mereka tak mampu menjangkauku. Mereka menyodorkan beberapa lembar kertas peserta. Aku mewakilkan mereka. Seseorang yang besar mejadi batas antara aku dan orang itu. Dia menggeser-geser tubuh kami disusul dengan dua lainnya. Orang itu terdorong ke arah seberang sana. Betapa frustasinya aku jika menjadi orang itu. Orang besar ini benar-benar tak memikirkan orang lain.
“Dia dulu aja mbak,” sepergian orang-orang besar itu pun aku mengalah dan mencoba memberitahu semua orang dengan lantang suaraku yang sedikit keras.
            Dia bersama temannya duduk tiga baris di depanku. Aku duduk dua baris dari belakang dengan Nuri dan Amri di kanan kiriku. Mataku tak ingin menuruti kata tuannya. Ia tak ingin jauh-jauh dari orang itu.
            Dengan keahlian kami bercanda tentang apa yang disajikan para panitia, aku pun tak sempat beralih pada orang itu. Sampai saat berganti ke acara selanjutnya.
            Sampailah pada acara workshop tin djarum mendatangkan Edric, seorang artis yang juga mahir dalam presenting. Secara acak panitia membuat kami menjadi berkelompok-kelompok.
            Workshop pertama ini kami mendapat tugas mempresentasikan kelompok kami mencangkup nama, lagu kebangsaan yang biasa kami sebut dengan yel yel beserta tariannya. Kelompokku mendapati soundtrack sinchan dan lagu andalan trio macan yaitu iwak peyek. Kami memutuskan memakai kata yelowies sebagai nama kelompok kami karena kami semua memakai baju warna kuning. Kaos unleashing creative mind yang disediakan dari tim djarum. Selain itu, setiap kelompok diberikan waktu untuk berkreasi sebebas mereka dengan memberi bahan dasar Lilin.
            Selesai sudah semua kelompok mempresentasikan kelompok mereka. Dan sampai detik itu juga tak kunjung kutemukan orang itu.
Saatnya IShoMa.
            Istirahat, sholat dan makan siang. Dan berpencar-pencarlah manusia manusia pada jaman itu. Ruangan dikosongkan dan dilarang untuk digunakan tempat makan siang. Kami makan siang diluar. Beberapa di kursi, dan beberapa berlesehan. Kami mendapatkan kursi. Tapi setengah perjalanan kami berasumsi bahwa makan berkursi kurang afdhol. Maka kami mengambil aliran lain. Kami memilih berlesehan. Aku, Nuri, Amri dan temanku satu lagi Rohmah. Sehabisnya makan siang kami, kami bercanda ria melupakan sejenak rasa lapar. Tiba-tiba seorang teman melewati kami, namanya Hamid. Pada saat yang bersamaan Rohmah berbisik.
            “Aini aku jadi pengen poto ma hamid, ganteng gak Ai..?” asik banget dia.
“Hamid, rohmah pengen poto ma kamu, sini aku potion, bentar aja.” Hohoho aku kuat.
            “@#$%^&*&^$&*...?????....” Rohmah Galau.
Tanpa basa basi aku merebut telepon selulernya dan mendorongnya kearah hamid.
Pada saat itu, ada yang mengganggu titik fokusku. Orang itu. Aku melihatnya, aku melihatnya. Dan sekali lagi aku melihatnya. Di sebuah pojok sana, sendiri. Aku melihatnya dan tanpa sadarku, ia melihatku. Bubar barisaaan… gerak!, pikiranku kacau. Aku kembali mengambil gambar mereka berdua. Dan aku tidak tau sengaja tanpa sengaja dia lewat dibelakang Rohmah dan Hamid.
“Aaaaaaaa” ada apa denganku, beberapa saat yang lalu tanpa tersadar aku mengembalikan HP Rohmah dan aku merogoh saku mengambil HP ku. Aku mendatanginya dan mengambil gambarnya.
            Aku tidak tau apa-apa lagi setelah itu, bagaimana dia pergi tadi, raut muka apa yang tertempel diwajahnya tadi. I have no idea.
“AKU GILA YA?” aku berceloteh ria dalam hatiku.
“Ya Allah apakah hidupku sudah hancur?” aku manusia tak bernyawa sekarang.
Aku pulang diam-diam siang itu. Aku pulang sendiri. Aku tak tau kabar Nuri, Amri dan Rohmah. Sekarang yang ada di pikiranku bagaimana caranya aku menjauh dari gedung itu, Gedung Fekon Unmul. Tempat berlangsungnya acara. Dan apa yang kulakukan sekarang. Aku melihat ke sekitar. Ada dimana aku sekarang. Aku duduk manis dengan Nuri di sebelah kananku, Amri di sebelah kiriku. Iya, semua yang tadi itu aku mengkhayal, aku mengarangnya. Aku benar-benar tak tau urat maluku putus berapa. Baiklah lihat ke depan apa yang akan terjadi nanti. Sekeras apapun aku mencoba melirik ke arah dimana orang itu duduk, sekeras itu juga kepalaku terjaga. Baiklah sekarang terserah saja.
Workshop kedua memberi tugas baru untuk kita yaitu memberi bahan dasar tissue, 1 botol air mineral dan solasi. Setiap kelompok diberi satu kata kunci. Dan kelompok kami mendapatkan satu kata kunci yaitu ‘celana’. Otakku bekerja. Aku sempat mendengar panitia memberikan kata kunci tidak harus apa makna dari kata itu. Tapi lebih ke sekreatif apa kelompok-kelompok ini. Aku mendapati ide, bahwa celana, pada dunia kampus sering di sebut jeans. Jeans di Indonesia di baca jin. Dan dalam bahasa Indonesia jin memiliki arti lain. Aku mengusulkan membuat jin botol. Dan sebuah kalimat menamparku keras-keras. Iya, aku ditolak. Akhirnya kami membuah sebuah bis tingkat masa depat dengan bentuk yang seperti celana. Oke, aku terima. Aku tak punya rakyat, untuk mendukungku.
Acara selesai.
            Semua orang berebut berfoto-foto dengan Edric. Dan di celah-celah keramaian itu aku melihat manusia serba pas itu, duduk sendiri tak berteman dan tek bercakap-cakap dengan siapapun. Aku mendatanginya. Dan..
            “Ckrek….” Suara hp ku berbunyi. Aku mengambil gambarnya.
            “Eh ada apa ini..”  suara itu terngiang di telingaku. Dia terkejut.
            “Sekali lagi…” aku mengabaikan rasa terkejutnya.
            Setelah gambar kedua kudapatkan aku pun berbalik arah sambil memandangi hasil gambarku.
            “Aini.. ambil gambar aku ma si itu ya,,,” tiba-tiba si Amri menarikku.
            Dan ternyata yang berfoto dengan Amri adalah Izul, seorang teman dari orang itu. Aku berkeluh pada Amri.
“Aku juga mau foto ri, bareng dia tuh,” aku menarik Amri dan mendatangi Orang itu. Dan dari saat itu kami berfoto ria, aku, Amri, Izul dan Orang itu.
Tiba-tiba…
            Nuri datang di antara kami, dia juga minta aku untuk mengambil gambar dia bersama orang itu.
“Ada kebakaraaaan… panggil pemadam kebakaran..?” ada kebakaran di dalam diriku.
            Sebelum aku sempat mengambil gambar mereka berdua, aku melihat Nuri menyodorkan tangannya ke Orang itu. Aku terlalu berkeringat untuk mendengar mereka berkenalan. Itulah kesalahanku saat itu. Harusnya aku mendengarkan saat dia menyebutkan namanya. Dan aku terpuruk. Aku tak tau namanya. Aku tak ingin jatuh derajatku dengan berkata-kata dengan Nuri.
Pulang..
            Selesainya acara ini, kami semua diberikan sertifikat sebagai tenda terima kasih karena telah mengikuti acara ini. Dan aku sudah keluar dari gedung itu. Dan aku masih terpuruk belum mendapati namanya.
            “Kamu kenapa Ai..?” seorang teman sekelasku mendatangiku, menyapaku.
“Aku tadi ketemu orang ganteng tapi aku belum tau namanya,” aku menunjukkan telunjukku ke arah orang itu.
            “Tanya aja, toh kamu gak akan ketemu dia lagi kan?” aku bersinar.
            “Iyaya…” aku berlari ke arah Orang itu.
            Aku beranikan diriku. Pasti bisa. Aku, Aini Rizkiana, seorang mahasiswi Pendidikan Biologi Universitas Mulaaawarman. Dengan kerudung putihnya, di lengkapi dengan kaos Djarum berwarna kuning. Aku mendatangi orang itu. Seseorang yang mencuri mataku dari awal tadi, seseorang yang serba pas, sedang memegang sertifikat bermap kuning ditangan kirinya, melihat ke arah ku. Dan tibalah aku di hadapannya dan dia di hadapanku. Terjadi adu kuat pandang. Aku kalah.
            “Namanya siapa?” aku langsung ke tujuanku.
            Tanpa berkata ia membuka map kuning yang ada di tangannya, dan  menyodorkan ku, baru mengeluarkan suaranya,
“Baca aja, bisa baca gak?” aku mengangguk. Dan aku berbalik arah dan berjalan pergi menjauhinya.
            Pada sebenarnya aku tak mampu membacanya. Aku gugup. Dan akhirnya aku hanya mengingat pandanganku. Ingatanku mengatakan dari sudut atas bertuliskan Sertifikat ini diberikan kepada, titik-titik sebagai peserta unleashing creative mind. Iya, aku melupakan bagian pentingnya, searah jalan pulang aku terus memikirkan kalimat yang aku lupa. Dan ternyata aku mengingatnya. Dia bernama Hamdi Yassar Widadi. Aku senang.
            Terima kasih untuk hari itu Hamdi. Aku hanya seorang wanita yang mengagumi kebesaran Tuhan-nya atas apa yang telah Ia ciptakan. Lebih tepatnya, manusia-manusia dengan rupa indah.
SELESAI

By : Aini Rizkiana
^$&*...?????...." ma kamu, sini aku potoin,da nak rasa lapar. tiba-ua memakai baju warna kuning. kaos biasa kami sebut d






Betapa Manis..




MANISNYA SAAT ITU

“Bip bip…” Suara telepon selularku memecah konsentrasi belajarku.
“hai…J”,aku membaca isi pesan itu.
Aku adalah tipe orang yang kurang tertarik dengan hal-hal semacam ini, namun dengan sabar aku mulai mengetik balasan untuk pesan itu.
“iya,, sp nhe?”, dengan gaya sms alayku aku membalas pesan itu, aku melanjutkan aktivitasku yang sempat terganggu.
Belajar bahasa inggris. Aku mulai memutar otakku dengan kosakata-kosakata yang harus aku hafal. Terbayang wajah miss Susan ketika salah satu muridnya tidak mengerjakan tugas. Ketika itu aku duduk di kelas 10 b.
“Bib bip…”
Lagi dan lagi emosiku naik dengan bunyi sms itu, rasanya ingin aku jual saja hp ini ke tukang loak. Mengganggu saja.
Oke, aku ngalah, aku membacanya,
“boleh kenal gk? Maaf ya klo ganggu, aqu gk ada mksd apa2 kok, Cuma pengen kenal aja” Dengan tulisan bersingkat-singkat semacam ini pun aku masih mampu membacanya. Ya baguslah kalau sadar sudah menggangguku.
“aduhaii,, gk usah berbelit2 deh, iyya boleh, tapii ini siapa, dan ada perlu appa, trs situ dapat no. aqu drii mana?”,aku membalas pesan itu dengan sedikit emosi.
“aqu dpt no.qm dri FB, maff ya, qu pengen lbh deket ama qm, nama qm Aynee rizkiana kn? Enaknya dipnggl sp y, Aqu adi, nama FB qu Setyadi nugraha, pnggl aja adi,,J
Hm,, FB,, qu lupa ternyata aku pasang no.hp ku diinfo akun facebookku, siapa si yang tidak tau facebook saat ini, niatku hanya ingin orang-orang yang kenal aku bisa menghubungiku, tidak kusangka ada juga orang yang ingin mengenalku. Aku yakin dia hanya mengandalkan fotoku yang aku pasang sebagai foto profilku, jelas foto dan orangnya berbeda jauh, jika dia melihat aslinya pasti kaget. Ternyata aku mulai tertarik.
“um, iya qu aYnee, panggl aja aY, aqu suka sapaan itu,, qm ank mn?.........”
“….”
Dari malam itu aku tau banyak hal tentangnya,
-          Dia tinggal di daerah yang sama denganku. Lampung tengah. Dia di Metro dan aku di Bangunrejo.
-          Umurnya 4 thn lebih tua dariku, 20 thn.
-          Agama kita sama, Islam
-          Dia kuliah si Univ. Metro, jurusan tarbiyah semester 5
-          Dia baru ditinggal nikah oleh pacarnya.
Dan yang pasti dia hanya ingin berteman denganku saat ini. Dia bilang fotoku cantik. Aku mulai mencari cermin, aku menjejerkan fotoku dan cermin. Kami berbeda. Aku tidak cantik tapi, fotoku yang cantik. Lihat saja nanti jika dia melihatku. Aku saja takut, makanya aku jarang bercermin. Merendah.
Aku lalai. Kesalahan yang fatal.
Esok hari..
Aku mulai bersiap-siap layaknya hari kemarin. Aku, dengan potongan anak SMA biasa yang mengandalkan kedua kakinya untuk mencapai gerbang sekolah, SMAN 02 Bangunrejo. Sekolah yang lumayan favorit ditempatku saat itu. dengan muka ceria aku memasuki kelasku, tiba-tiba mimik yang ceria itu hilang. Aku lupa tugas hafalan itu. aku dihukum.
“huft. Ini gara-gara tu cowok. Menyebalkan”,layaknya seekor banteng dengan asap hidungnya yang sangat membenci warna merah.
Sore hari. Aku pulang.
Aku termasuk murid yang taat peraturan saat itu, aku meninggalkan HP ku di kamar.
“bib bib…”, terdengar suara sms berbunyi, yah.. dia lagi dia lagi. Aku kecewa.
“aq dirmh bi2ku skrg, di bangunrejo, qm dmn, qu mw maen.”
Haaaa!! Gila ini orang baru juga kemarin dia mengenalku. Aku tidak tau harus jawab apa. bib bib,,
‘’tnang aja, qu Cuma mw jdi tmn ja kok” Hm,, ini orang tau saja aku sedang bingung. Oke, aku ikut caranya.
“qu di jln. Simpang margahayu no.16 qm dmn?”
“o, kata bi2ku tu dkt aja, qm siap2 y, anter aq jln2 daerah ini y, sip?”
“ok, nnti klo sdh ada dpn rmh sms y.”, aku pikir, tidak ada salahnya mengantar seorang teman. Aku bersiap-siap layaknya gadis remaja seusiaku. Aku siap.
Aku kaget dengan suara agnes monica menyanyikan tak ada logika di HPku. Tanda panggilan masuk. Ternyata itu dia.
“assalamu’alaikum.. aY, aku sudah di depan rumahmu, aku masuk ya, ada siapa dirumah?”
“waalaikumsalam, iya, salam aja, dirumah Cuma aku ma ibuku”
“oke, sudah ya, assalamu’alaikum,” dengan suara merdu yang baru pertama kali aku dengar membuat aku sedikit gemetar, aku merasa orang ini memiliki sopan santun dan merupakan anak yang baik. Aku kagum.
“Ayni...,” aku tau itu suara ibuku memanggilku.
“iya bu, aku turun ni,” aku buru-buru melewati semua sudut rumah ku, dan ketika aku sampai di ruang tamu, aku melihat ibuku tersenyum lebar, hm.. mencurigakan.
Wajah ibuku berlalu, aku terkejut melihat seseorang di belakang ibuku sedang tersenyum manis, dengan celana jeans bercorak pudar, kemeja putih kotak-kotak lengan sedikit digulung, rambut rapi sedikit menyembul dibagian depan, kulitnya putih untuk seorang cowok. Ganteng.
“Adi..?” sedikit bingung namun tetap tersenyum.
“iya, aku Adi, ayni ya?” waduh, senyumnya menggoda iman. Yang aku heran adalah, mengapa ibuku tersenyum lebar. Tidak seperti biasanya.
“sudah siap?, yuk berangkat,” kebingunganku pecah.
“o iya, sudah kok, yuk” aku gugup.
Dengan motornya qu mengantarnya keliling daerahku, sesekali mampir ke warung, beli minum atau cemilan untuk mengisi kekosongan. Ya mksudnya kekosongan perut. Waktu ashar tiba, kita turun disebuah mushola terdekat.
Sore hari.
Kita pulang.
Sesampainya didepan rumahku, dia mengeluarkan sesuatu. Sebuah kotak berwarna merah.
“ay,, tolong jaga ini,”
“apa ini,” aku sedikit bingung.
“simpan saja, dan tolong jangan dibuka, pada saatnya nanti pasti akan aku izinkan kamu membukanya, untuk saat ini, tolong simpan baik-baik ya,”
“hm,, semakin penasaran aja aku ini, oke deh, aku jaga kok” Dengan sedikit ragu dia memberikan barang itu untukku.
“jaga ya ay,,” aku kaget, dia memegang kepalaku, layaknya seorang kakak yang bermain dengan adiknya deengan mengacak-acak rambut adiknya.
“hm,,” aku hanya bisa tersenyum manis.
“salam buat ibumu ya ay, aku pulang ya, sampai ketemu besok ya”
“iya,, titi dj ya..”
Dia pergi.

Aku termenung dalam keheningan malam itu, banyak pertanyaan yang timbul pada saat itu,
“ Ada apa ini, ngapain lagi aku mikirin dia, ah udah ah. Tidur.”

Hari minggu. Tak ada logika-agnes. Panggilan masuk.
“ halo”
“assalamu’alaikum ay, hari ini ada acara?”
“gak si, kenapa? Mau diantar keliling lagi ya?”
“gak, aku mau ajak kamu ke pasar, aku besok balik ke metro, jadi aku mau beli oleh-oleh.”
“oke, aku ikut”
Banyak barang yang dia beli, di sebuah toko pernak-pernik, qu tertarik pada satu barang, bentuknya lucu. Sebuah pena. Dengan warna biru muda, bentuknya seperti sebuah pohon memiliki hiasan daun berwarna hijau, jika dibayangkan warna biru dan hijau berdekatan, maka bayangan yang muncul adalah warna norak, namun apa yang ada di depanku saat itu jauh dari bayangan itu. Perpaduan yang pas. Sungguh indah.
“kenapa..?” dia mengagetkanku.
“kamu ini, kaget aku, gak kok.. udah belum?, yuk pulang.”
“dari awal ketemu, aku belum pernah denger kamu panggil aku ka, kamu kn tau aku 4 thn lebih tua”
“e.. maaf ka’ bukan aku tidak sopan, tapi aku memang belum bisa manggil kamu kakak, belum terbiasa”
“ya sudah, tidak apa-apa. Kamu tidak tau betapa inginnya aku mendengar panggilan kakak darimu” dengan suara lirih dia mengatakan sesuatu, aku mendengarnya.
“apa?” aku pura-pura tidak mendengarnya, karena aku takut apa yang aku dengar baru saja itu salah. Aku takut kegeeran.
“gak kok.. yuk pulang.” hm, ternyata memang aku salah dengar. Kecewa.
Di depan rumah.
Aku melihatnya begitu manis, seperti tidak ada hal lain yang aku lihat. Dia tersenyum padaku.
“terima kasih ya ay, aku tau ini menyita banyak waktumu, aku harus balik ke metro sekarang, aku pulang ya?”
“iya, titi dj ya,” aku sedikit sedih, akankah kita ketemu lagi.

Esok hari.
Aku tetap pada aktivitasku seperti biasanya. Aku kesekolah. Mengerjakan tugas. Dan layaknya anak seusiaku.
Dua tahun berlalu.
Sampai saat ini aku masih memikirkannya, tidak sekali dua kali aku mencoba menghubunginya dan berhenti saat tau nomornya sudah tidak aktif. Facebooknya pun sudah tidak update. Aku bingung. Aku tau aku merindukannya.
Sebelum lulus aku mendaftar di beberapa universitas negeri di Indonesia, aku lulus 2 perguruan tinggi. STEI jogja dan UNMUL samarinda. Orang tuaku setuju aku di STEI, namun aku memilih UNMUL. Baiklah, aku nekat sebelum terlambat, aku harus menemui dia, setyadi nugraha. Aku pergi ke Metro dan mencoba mencarinya dengan alamat yang pernah dia berikan padaku.
Dia berbohong.
Tidak ada nama setyadi nugraha. Hatiku sakit. Aku mencarinya ke UM tempat dia kuliah dan nihil, tidak ada nama tersebut. Aku semakin sakit. Aku tau aku mulai menyukainya, dan rasa itu berubah menjadi sayang. Aku lemas, aku menangis saat itu.
aku ingat di mempunyai bibi, aku pernah diajak ke sana waktu itu. aku pergi ke sana.
“assalamu’alaikum.. tok tok..” aku mengetuk pintu, seorang wanita tua memakai jilbab. Cantik.
“waalaikumussalam, maaf, siapa ya?” dengan senyum ramahnya beliau bertanya padaku,”
“o, maaf bu, saya ayni, temannya adi, sa…”
“o.. ayni,, ayo masuk.” Dengan senyum yang menjadi sangat lebar, dan penuh dengan kebahagiaan. Ibu itu memegang tanganku dan membawaku masuk.
“ibu sudah tau aku,? E.. maaf bu, aku Cuma mau Tanya tentang keberadaan keponakan ibu, bisa saya bertemu dengannya?”
“hm,,” ibu itu berlalu dengan senyuman yang benar-benar membuatku bingung.
Lima menit kemudian ibu itu kembali dengan membawa sebuah bingkai foto yang belum aku tau siapa yang ada di foto itu. Ternyata itu foto ibu itu dan adi, ibu itu masih tersenyum seperti ada yang lucu. Aku melihatnya. dan hatiku serasa damai sekali, rasa rinduku sedikit terobati.
“ini foto ibu dan anak ibu..” kalimat ini buatku melongo.
“iya, ibu adalah ibu kandungnya Adi, bukan bibinya” ibu itu meneruskan.
“Adi gak kuliah di UM, dia kuliah di universitas  al-ahzar, kairo-mesir.”ibu itu menjelaskan sesuatu yang belum aku tanyakan.
Ibu itu tau sesuatu yang aku tidak tau. Dan ke tika aku ingin bertanya sesuatu, ibu itu memberikan alasan bahwa beliau akan pergi ke rumah orang tuanya. Kunjungan rutin.
Aku pulang dengan membawa sejuta pertanyaan ditambah sejuta lagi juga tidak apa-apa, jadi pertanyaan yang aku bawa ada dua juta. Itu membuatku pusing.
“huh..” aku menghela nafas. Semoga ini akan baik-baik saja.
Aku berangkat ke Samarinda, Kalimantan timur. Aku mulai mencintainya, apakah dia punya rasa yang sama denganku. Tidakkah dia ingin tau kabarku, satu hal yang aku tau apa dia merindukanku, oh ya Allah.. biarkan ini menjadi kisahku dan tolong jangan biarkan ini berhenti dalam keadaan yang gantung seperti ini ya Allah. Amin.
Aku menjalani hariku dengan status baruku, mahasiswa pendidikan biologi universitas mulawarman. Sebisa mungkin aku mencoba fokus pada pelajaranku. Tak sedikit yang menyukaiku dan menginginkan hubungan yang lebih denganku dan aku belum menginginkannya. Jujur, sampai saat ini aku mengakui bahwa hatiku benar-benar sudah mantab memilihnya, aku tau dia sudah berbohong. Tapi perasaanku tidak peduli kenyataan itu.
Empat tahun berlalu.
Tidak ada yang berubah. Hanya umurku sudah 6 tahun lebih tua dari hari itu, hari pertama kali aku bertemu dengannya, Adi, Setyadi Nugraha. Aku lulus dengan gelar SPd. Itu membanggakan orang tuaku. Aku kembali ke kampung halamanku, Bangunrejo. Aku masih tidak tau kabarnya. Jujur, itu menyakitiku sampai saat ini dan aku terus menahannya.
Aku dirumah sekarang, aku, dengan wajah yang tetap namun penampilan dan sikapku lebih dewasa. Pelukan ibuku, ayahku, dan para saudara-saudaraku sungguh mengharukan. Para kerabatku berdatangan dan keluarga besar itupun berchanda ria hingga menjelang petang. Aku istirahat di kamar kecilku. Aku melihat sesuatu itu. sebuah kotak yang pernah diberikan oleh Adi, saat itu haruskah aku tetap menjaganya dan tidak membukanya, tapi sampai kapan. Baiklah Adi, sekalipun aku marah hatiku tetap menyuruhku untuk menunggumu. Aku menunggu.
Aku medapat pekerjaan sebagai guru biologi di Mts tsanawiyah tanjung jaya. Gajinya lumayan. Hari itu, hari pertama aku bekerja ibu bertanya padaku,
“ay, kapan kamu mau menikah, ibu ingin menggendong cucu darimu, ibu hanya memiliki kamu, umurmu, pekerjaanmu sudah mantab, tinggal sekarang ibu harus tau siapa yang akan menggantikan ibu menjagamu, supaya ibu bisa lega melepasmu.” Dengan penuh harapan ibuku membelaiku.
“bu,sabar ya bu, aku masih menunggu seseorang,” aku tersenyum.
tiba-tiba ibuku tersenyum lebar.
“apakah orang itu Adi?” itu mengagetkanku. Aku sedikit curiga.
“hm, iya bu. Ya udah ya bu, aku mau berangkat”
“iya, ati-ati ya” dengan penuh kegembiraan yang dapat aku lihat diwajah ibuku, aku pergi dengan tidak tenang. Ada apa sebenarnya.

Pulang.
“assalamu’alaikum eh!” aku terkejut. Kedua orang tuaku duduk berdampingan di ruang tamu seperti menungguku dan ada sesuatu dibalik semua ini.
“duduk ay,”  kata ayahku.
“ada apa yah, aku jadi takut.”
“ayah tau kamu sudah mantab dalam segala hal, dan umur kamu sekarang sudah 22 thn. Dulu waktu umur kamu masih 6 thn, ayah dan teman ayah sudah janji akan menikahkan akan kami ketika mereka sudah sama-sama dewasa.maafkan ayah, ayah baru kasih tau kamu sekarang. Ayah tau yang terbaik untuk anak ayah. Dan ayah akan nikahkan kamu minggu depan, ayah dengar dari ibumu, kamu sedang menunggu seseorang. Ayah mengerti, ayah beri waktu kamu sampai akhir minggu ini, 6 hari lagi. Jika tidak ada tanda-tanda orang yang kamu tunggu itu datang, ayah akan siapkan semuanya. Tolong mengerti ayah, ayah juga akan mengerti kamu ay,.”
Haaaaaaaaaaaa!! Waduh, aku dijodohkan. Hatiku sakit. Tapi semua orang tau aku akan menuruti apa yang ayahku katakan. Aku menangis dimalam itu.
Selasa, rabu, kamis, jumat berlalu, aku masih tidak bisa menemukannya. Aku lelah, akankah aku terima perjodohan ini. Terlambat, waktuku menemukan Adi tinggal satu hari lagi.
Sabtu pagi, aku menghadiri acara pernikahan temanku, aku lihat kebahagiaan itu, menikah dengan orang yang ia cintai, aku bercanda gurau dengannya hingga acara selesai. Sepulang acara itu, tepatnya pukul 22.00 aku diantar temanku depan puntu gerbang rumahku, terlihat diremang-remang lampu teras rumahku ada seseorang, dengan celana jeans coklat dan kemeja rapi ia duduk di teras, aku mendekat. Air mataku menetes, itu Adi, Setyadi Nugraha. Aku terpaku.
“Ay, apa kabar..?” dengan muka sayu, mengantuk mungkin, dia mengutarakan hal itu.
Suara merdu itu membuat air mataku semakin deras, karena malu dan memang aku tidak sanggup menatapnya, aku menunduk.
“baik..” tiba-tiba tangan laki-laki itu di kepala bagian belakangku dan menarikku lebih dekat dengannya.
Iya, dia memelukku. Aku tak sanggup dengan keadaan ini. Aku marah, tapi aku senang, dan kenapa aku harus menangis. Dia membelai rambutku.
“ke..kenapa, kenapa kamu bohong padaku,, hatiku sakit sekali. Ini adalah tahun ke 6 aku tidak mendengar sedikitpun hal tentangmu” itulah kalimat yang aku ucapkan dengan nada tersendu-sendu.
“maaf, akupun tersiksa dengan keadaan ini. Tapi itu semua aku lakukan pasti untuk sebuah tujuan. Kamu masih menyimpan kotak itu kan?” semua tau kata tujuan disini membuatku bingung.
“masih” aku mengangguk.
“mulai malam ini tolong kamu bawa kemanapun kamu pergi,” tiba-tiba ia berlalu dari wajahku, melangkah pergi. Aku takut, aku sungguh takut. Akankah hari kemarin, yang paling menyedihkan kembali lagi, akhirnya aku putuskan aku tidak akan melepaskannya lagi.
“Di, tolong jangan pergi dulu,” aku pegang erat tangannya.
“kenapa?”
“malam ini adalah penentuan besar dalam hidupku, aku tau ini salah, aku menunggumu 6 tahun lamanya, aku juga menyadari satu hal, aku mencintai seseorang itu, dan sampai saat ini aku masih mencintainya,tapi aku dijodohkan oleh ayahku, hatiku perih. Sampai tadi sore aku masih belum bertemu orang itu. dan sekarang ia di depanku. Tapi aku bingung harus bagaimana. Ketika aku melalui pintu masuk rumah ini, aku harus sudah punya jawaban, siapa orang yang bisa aku jadikan alasan kenapa aku harus tidak menerima perjodohan ini. Dan jelas hatiku memilih orang itu. aku bahkan tidak tau siapa orang yang dijodohkan denganku, yang aku tau dia anak teman ayahku.” Aku menangis di depannya.
“hm..” aku tau dia tersenyum. Ketika aku menatapnya. Senyuman itu tiba-tiba berubah menjadi kecewa.
“ay,.. aku sungguh tidak bisa,” dia melepaskan tanganku.
“maaf ya ay, aku sudah mencintai orang lain, aku sudah mencintainya jauh sebelum aku bertemu denganmu, tepatnya 10 tahun yang lalu, itu cinta pertamaku, cinta masa kecilku. Aku masih mencintainya sampai saat ini, kalau kamu penasaran, suatu saat akan aku kasih tau yang mana orangnya.” Dia mengatakan itu. sekali lagi dia mengatakan itu. sungguh sakit hatiku ini.
“tidak usah, kamu tau itu akan menyakitiku,” baiklah aku akan baik-baik saja.
Aku tidak akan pernah tau kenapa ini begitu menyakitkan, hatiku serasa tertusuk pecahan kaca, dan itu sangat perih. Aku tidak mampu menahannya. Aku berlari dan aku memasuki rumah tanpa suatu ucapan apapun padanya, aku berlalu tanpa melihatnya untuk terakhir kalinya. Aku sakit.
Sungguh menyakitkan. Malam itu aku terus menangis. Aku tidak sanggup melakukan apapun. Aku menunggunya 6 tahun dan itu membuatku benar-benar jatuh, jatuh dalam suatu kehidupan yang tidak memiliki harapan sedikitpun. Aku tidak dapat tidur hingga shubuh. Aku sholat dan masih tetap menangis. Ada apa denganku, ini kah akhir kisahku ini, baru kali ini aku benar-benar merasakan sakit yang benar-benar sakit. Aku tertidur.
“tok..tok” suara pintu itu membangunkanku,
“ay, kamu masih tidur, kamu ingat kan kita punya kesepakatan di hari minggu ini, kita perlu bicara” itu suara ibuku.
Aku membuka pintu dengan mukena masih menempel di tubuhku dan mataku dalam keadaan bengkak.
“bu, tidak usah, aku tidak enak badan, aku terima perjodohan ini” aku mengatakan itu.
Sekali lagi aku mengatakan itu. ini akhir dari hidupku. Aku benar-benar sudah tidak punya harapan apapun, bahkan aku tidak penasaran sedikitpun siapa orang yang akan aku nikahi ini.
Hari ini tiba juga. Hari pernikahanku.
Tidak sedikitpun nada denyutku naik. Tidak ada sedikitpun kebahagiaan di wajahku. Aku benar-benar sudah tidak hidup.
“sunggguh cantik anak ibu. Ay,tenang. Ayah dan ibu tau yang terbaik untuk kamu.” Ibuku mencoba menyemangati aku.
Aku, dengan sanggul yang tinggi, wajah yang penuh riasan, dengan kebaya krem ukuran pas badan, sepatu hak tinggi, berjalan di kelilingi kedua orangtuaku dan saudara-saudaraku. Aku tetap menunduk. Hatiku benar-benar sudah tidak peka. Aku menunduk. Apapun itu aku tetap menunduk. Ayahku memegang tanganku, dan menyerahkan tanganku ke sebuah tangan. Hangat. Dia memelukku, aku tau itu mempelai pria. Aku masih tetap merunduk. Dia berbisik.
“aku mencintaimu dari dahulu, ketika umurmu 6 tahun dan umurku 10 tahun. Itu adalah cinta pertamaku. Aku masih mencintaimu sampai saat ini,”
Aku mendengarnya, sebuah suara yang tiba-tiba berbisik ditelingaku. Aku mengenal suara itu. Aku berhenti menunduk. Aku melihatnya. Aku melihatnya. Sekali lagi aku melihatnya. Dia tersenyum, memegang erat tangan kananku erat, dan tangan kirinya dipundakku. Dia memelukku erat. Iya, dia Adi, Setyadi Nugraha. Aku menangis. Aku benar-benar menangis, aku tidak peduli make up yang sudah cantik menempel di wajahku hilang. aku menangis sejadi-jadinya. Dia Adi, yang akan menikahiku. Aku benar-benar tidak menyangka. Ini akhir kisah cintaku.
Acara selesai.
Di malam hari, dengan hiasan warna pink, aku masih melongo. Aku bingung. Pria itu memasuki kamar. Iya, dia Adi. Dia suamiku sekarang. Aku bahagia. Aku benar-benar bahagia. Tapi beribu-ribu pertanyaan yang terus membayangiku.
“ay, tenang. Akan aku jelaskan semuanya, aku mencoba mendekatimu dan apa yang aku inginkan terjadi, kamu jatuh cinta padaku. Maaf aku sudah berbohong padamu, aku meminta bantuan orangtua kita untuk mengikuti caraku. Aku mencintaimu sepanjang hidupku.” Dia membelaiku. Aku menangis.
“oiya kotaknya,” di dalam lemari disebuah sudut kamarku, aku mengambil kotak itu.
“bukalah..” dia tersenyum.
Aku membukanya, dan didalamnya adalah sebuah kalung emas, dengan gantungan berbentuk hati bertuliskan CINTA. Tiba-tiba ia mengambil kalung itu dari genggamanku, gantungan itu bisa dibuka. Ditunjukan padaku yaitu disisi satu ada foto Adi ketika ia masih kecil, dan di sisi lainya ada foto kecilku.
“ini fotoku umur 6 tahun kan?, ih culunnya”
“iya, ini fotoku, umur 10 tahun, aku mulai merasakan rasa sayang yang masih sedikit waktu itu, dan itu bertambah setiap ku melihatmu”
“kapan kamu melihatku”
“Dulu waktu kamu smp, aku sering melihatmu dari jauh, dan terhenti setelah aku berangkat ke mesir. Aku menyusun rencana ini sudah lama. Dan aku mempunyai kesempatan itu ketika kamu sudah SMA, rencana awalku, aku ingin membuatmu jatuh cinta padaku. Aku berhasil.” Dia menjelaskan hal itu padaku. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis.
“mas..”
“apa?” aku tau dia terkejut.
“iya, mulai saat ini aku panggil mas, aku akan mencintaimu sebagai seorang suami.”
Sampai saat ini aku tetap mencintainya, aku adalah seseorang paling bahagia semenjak saat itu.










SELESAI..

PENULIS : AINI RIZKIANA