SIAPA
ORANG ITU
Aku
terjepit di suatu barisan, sampai aku sendiri lupa barisan apakah ini? Apa yang
ada di ujung sana? Aku lupa. Sebelas orang ke depan aku melihat beberapa
panitia membagikan konsumsi dan sebuah kaos. Aku dan temanku berada di sebuah
acara yaitu Unleashing Creative Mind, acara semacam seminar dan workshop yang
diprakarsai oleh DJarum foundation Goes To Campus. Ini adalah sebuah acara
anak-anak beasiswa djarum yang mencoba memberikan semangat dalam terus berkarya
dan berprestasi dengan berbagai macam kegiatan. Di sela-sela rasa lelah yang
terus mengganggu ada seseorang yang membuat rasa lelah ku lelah untuk terus menggangguku.
Seseorang yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu gemuk, serba pas untuk
ukuran seorang mahasiswa. Berbaju kaos hitam berkerah, kulitnya yang bersih
memadukan kebersamaan antara warna-warna sekitar dan cahaya sang surya. Tetap
berada pada posisi pasnya bercanda tawa di seberang sana. Dari semua sudut,
inilah sudut dimana tak ada celah yang dapat mengganggu mata ini. Aku terpaku.
Dari
arah belakang seseorang menepukku, dua orang teman yang berbaris antri
bersamaku, Nuri dan Amri.
“Ngapain
buk? Ngeliatin orang ganteng apa? Yang mana?” dengan berat badannya bertumpu
dipunggungku, Amri meledekku.
“Apaan
sih, gak.. pacarmu dateng gak?” tak tersipu malu dan tak tau malu aku
mengalihkan pembicaraan kami.
“Aziz?
Gak katanya, biarin lah, kalo dia disini apa-apa gak boleh nanti” pacarnya
adalah seorang yang posesif.
Aku
melihat Nuri terpaku pada suatu sudut yang tak asing. Aku menelusuri lintas
sudut itu. Aku tersandung, aku tertabrak, oh tidak!, lebih tepatnya aku
tersedak, napasku tak bergantian dengan lancar, sistem pernapasanku tak
berjalan dengan baik. Iya, di balik sudut itu adalah orang itu. Manusia serba
pas beberapa saat yang lalu aku lirik.
“huft…”
Aku menghela nafas panjang, lagi dan lagi. Dan sekali lagi.
Ku urungkan niatku, toh aku tak ada
niat apapun. Semoga kehidupan tetap berlanjut. Aku berpangku tangan. Acara pun
sudah tak seasik dahulu. Iya, maksudnya pada awalnya. Dan semua ini membuat
barisan berjalan lebih cepat. Semakin dekat dengan meja panitia semakin antri
tak dibudidayakan lagi. Kami memakai cara egois dengan saling mendahulukan diri
sendiri. Aku pun berhasil mendapatkan tempat pertama bersama yang pertama
lainnya. Ketika aku menyadari Nuri dan Amri tak ikut bersamaku. Pertanyaannya
adalah kemana mereka? Aku yang meninggalkan mereka atau mereka pulang
meninggalkan aku, atau mereka diculik?. Inilah seorang Aini Rizkiana yang
sedang ketakutan tak mempunyai teman dalam kehidupan yang ramai ini. Aku galau.
Mataku silau, aku terganggu dengan cahaya itu, cahaya disamping kananku, hatiku
gembira tanpa alasan. Siapa dia. Siapa orang itu. Orang serba pas itu berada di
sampingku. Aku menyadari betapa indahnya perpaduan hidung, bibir, mata dan alis
itu. Wajah itu.
“Aini…” astaghfirullah, aku tersadar
ketika seseorang memanggilku.
Aku mencari asal suara itu, disebuah
celah dari keramaian aku melihat Nuri dan Amri. Apa yang mereka sedang lakukan
disana. Sepertinya mereka tak mampu menjangkauku. Mereka menyodorkan beberapa
lembar kertas peserta. Aku mewakilkan mereka. Seseorang yang besar mejadi batas
antara aku dan orang itu. Dia menggeser-geser tubuh kami disusul dengan dua
lainnya. Orang itu terdorong ke arah seberang sana. Betapa frustasinya aku jika
menjadi orang itu. Orang besar ini benar-benar tak memikirkan orang lain.
“Dia
dulu aja mbak,” sepergian orang-orang besar itu pun aku mengalah dan mencoba
memberitahu semua orang dengan lantang suaraku yang sedikit keras.
Dia bersama temannya duduk tiga
baris di depanku. Aku duduk dua baris dari belakang dengan Nuri dan Amri di
kanan kiriku. Mataku tak ingin menuruti kata tuannya. Ia tak ingin jauh-jauh
dari orang itu.
Dengan keahlian kami bercanda
tentang apa yang disajikan para panitia, aku pun tak sempat beralih pada orang
itu. Sampai saat berganti ke acara selanjutnya.
Sampailah pada acara workshop tin
djarum mendatangkan Edric, seorang artis yang juga mahir dalam presenting.
Secara acak panitia membuat kami menjadi berkelompok-kelompok.
Workshop pertama ini kami mendapat
tugas mempresentasikan kelompok kami mencangkup nama, lagu kebangsaan yang
biasa kami sebut dengan yel yel beserta tariannya. Kelompokku mendapati soundtrack
sinchan dan lagu andalan trio macan yaitu iwak peyek. Kami memutuskan memakai
kata yelowies sebagai nama kelompok kami karena kami semua memakai baju warna
kuning. Kaos unleashing creative mind yang disediakan dari tim djarum. Selain
itu, setiap kelompok diberikan waktu untuk berkreasi sebebas mereka dengan
memberi bahan dasar Lilin.
Selesai sudah semua kelompok
mempresentasikan kelompok mereka. Dan sampai detik itu juga tak kunjung
kutemukan orang itu.
Saatnya
IShoMa.
Istirahat, sholat dan makan siang.
Dan berpencar-pencarlah manusia manusia pada jaman itu. Ruangan dikosongkan dan
dilarang untuk digunakan tempat makan siang. Kami makan siang diluar. Beberapa
di kursi, dan beberapa berlesehan. Kami mendapatkan kursi. Tapi setengah
perjalanan kami berasumsi bahwa makan berkursi kurang afdhol. Maka kami
mengambil aliran lain. Kami memilih berlesehan. Aku, Nuri, Amri dan temanku
satu lagi Rohmah. Sehabisnya makan siang kami, kami bercanda ria melupakan
sejenak rasa lapar. Tiba-tiba seorang teman melewati kami, namanya Hamid. Pada
saat yang bersamaan Rohmah berbisik.
“Aini aku jadi pengen poto ma hamid,
ganteng gak Ai..?” asik banget dia.
“Hamid,
rohmah pengen poto ma kamu, sini aku potion, bentar aja.” Hohoho aku kuat.
“@#$%^&*&^$&*...?????....”
Rohmah Galau.
Tanpa
basa basi aku merebut telepon selulernya dan mendorongnya kearah hamid.
Pada
saat itu, ada yang mengganggu titik fokusku. Orang itu. Aku melihatnya, aku melihatnya.
Dan sekali lagi aku melihatnya. Di sebuah pojok sana, sendiri. Aku melihatnya
dan tanpa sadarku, ia melihatku. Bubar barisaaan… gerak!, pikiranku kacau. Aku
kembali mengambil gambar mereka berdua. Dan aku tidak tau sengaja tanpa sengaja
dia lewat dibelakang Rohmah dan Hamid.
“Aaaaaaaa”
ada apa denganku, beberapa saat yang lalu tanpa tersadar aku mengembalikan HP
Rohmah dan aku merogoh saku mengambil HP ku. Aku mendatanginya dan mengambil
gambarnya.
Aku
tidak tau apa-apa lagi setelah itu, bagaimana dia pergi tadi, raut muka apa
yang tertempel diwajahnya tadi. I have no idea.
“AKU
GILA YA?” aku berceloteh ria dalam hatiku.
“Ya
Allah apakah hidupku sudah hancur?” aku manusia tak bernyawa sekarang.
Aku
pulang diam-diam siang itu. Aku pulang sendiri. Aku tak tau kabar Nuri, Amri
dan Rohmah. Sekarang yang ada di pikiranku bagaimana caranya aku menjauh dari
gedung itu, Gedung Fekon Unmul. Tempat berlangsungnya acara. Dan apa yang
kulakukan sekarang. Aku melihat ke sekitar. Ada dimana aku sekarang. Aku duduk
manis dengan Nuri di sebelah kananku, Amri di sebelah kiriku. Iya, semua yang
tadi itu aku mengkhayal, aku mengarangnya. Aku benar-benar tak tau urat maluku
putus berapa. Baiklah lihat ke depan apa yang akan terjadi nanti. Sekeras
apapun aku mencoba melirik ke arah dimana orang itu duduk, sekeras itu juga
kepalaku terjaga. Baiklah sekarang terserah saja.
Workshop
kedua memberi tugas baru untuk kita yaitu memberi bahan dasar tissue, 1 botol
air mineral dan solasi. Setiap kelompok diberi satu kata kunci. Dan kelompok
kami mendapatkan satu kata kunci yaitu ‘celana’. Otakku bekerja. Aku sempat
mendengar panitia memberikan kata kunci tidak harus apa makna dari kata itu.
Tapi lebih ke sekreatif apa kelompok-kelompok ini. Aku mendapati ide, bahwa
celana, pada dunia kampus sering di sebut jeans. Jeans di Indonesia di baca
jin. Dan dalam bahasa Indonesia jin memiliki arti lain. Aku mengusulkan membuat
jin botol. Dan sebuah kalimat menamparku keras-keras. Iya, aku ditolak.
Akhirnya kami membuah sebuah bis tingkat masa depat dengan bentuk yang seperti
celana. Oke, aku terima. Aku tak punya rakyat, untuk mendukungku.
Acara
selesai.
Semua orang berebut berfoto-foto
dengan Edric. Dan di celah-celah keramaian itu aku melihat manusia serba pas
itu, duduk sendiri tak berteman dan tek bercakap-cakap dengan siapapun. Aku
mendatanginya. Dan..
“Ckrek….” Suara hp ku berbunyi. Aku
mengambil gambarnya.
“Eh ada apa ini..” suara itu terngiang di telingaku. Dia
terkejut.
“Sekali lagi…” aku mengabaikan rasa
terkejutnya.
Setelah gambar kedua kudapatkan aku
pun berbalik arah sambil memandangi hasil gambarku.
“Aini.. ambil gambar aku ma si itu
ya,,,” tiba-tiba si Amri menarikku.
Dan ternyata yang berfoto dengan
Amri adalah Izul, seorang teman dari orang itu. Aku berkeluh pada Amri.
“Aku
juga mau foto ri, bareng dia tuh,” aku menarik Amri dan mendatangi Orang itu.
Dan dari saat itu kami berfoto ria, aku, Amri, Izul dan Orang itu.
Tiba-tiba…
Nuri datang di antara kami, dia juga
minta aku untuk mengambil gambar dia bersama orang itu.
“Ada
kebakaraaaan… panggil pemadam kebakaran..?” ada kebakaran di dalam diriku.
Sebelum aku sempat mengambil gambar
mereka berdua, aku melihat Nuri menyodorkan tangannya ke Orang itu. Aku terlalu
berkeringat untuk mendengar mereka berkenalan. Itulah kesalahanku saat itu.
Harusnya aku mendengarkan saat dia menyebutkan namanya. Dan aku terpuruk. Aku
tak tau namanya. Aku tak ingin jatuh derajatku dengan berkata-kata dengan Nuri.
Pulang..
Selesainya acara ini, kami semua
diberikan sertifikat sebagai tenda terima kasih karena telah mengikuti acara
ini. Dan aku sudah keluar dari gedung itu. Dan aku masih terpuruk belum
mendapati namanya.
“Kamu kenapa Ai..?” seorang teman
sekelasku mendatangiku, menyapaku.
“Aku
tadi ketemu orang ganteng tapi aku belum tau namanya,” aku menunjukkan
telunjukku ke arah orang itu.
“Tanya aja, toh kamu gak akan ketemu
dia lagi kan?” aku bersinar.
“Iyaya…” aku berlari ke arah Orang
itu.
Aku beranikan diriku. Pasti bisa.
Aku, Aini Rizkiana, seorang mahasiswi Pendidikan Biologi Universitas
Mulaaawarman. Dengan kerudung putihnya, di lengkapi dengan kaos Djarum berwarna
kuning. Aku mendatangi orang itu. Seseorang yang mencuri mataku dari awal tadi,
seseorang yang serba pas, sedang memegang sertifikat bermap kuning ditangan
kirinya, melihat ke arah ku. Dan tibalah aku di hadapannya dan dia di
hadapanku. Terjadi adu kuat pandang. Aku kalah.
“Namanya siapa?” aku langsung ke
tujuanku.
Tanpa berkata ia membuka map kuning
yang ada di tangannya, dan menyodorkan
ku, baru mengeluarkan suaranya,
“Baca
aja, bisa baca gak?” aku mengangguk. Dan aku berbalik arah dan berjalan pergi
menjauhinya.
Pada sebenarnya aku tak mampu
membacanya. Aku gugup. Dan akhirnya aku hanya mengingat pandanganku. Ingatanku
mengatakan dari sudut atas bertuliskan Sertifikat ini diberikan kepada,
titik-titik sebagai peserta unleashing creative mind. Iya, aku melupakan bagian
pentingnya, searah jalan pulang aku terus memikirkan kalimat yang aku lupa. Dan
ternyata aku mengingatnya. Dia bernama Hamdi Yassar Widadi. Aku senang.
Terima kasih untuk hari itu Hamdi.
Aku hanya seorang wanita yang mengagumi kebesaran Tuhan-nya atas apa yang telah
Ia ciptakan. Lebih tepatnya, manusia-manusia dengan rupa indah.
SELESAI
By
: Aini Rizkiana