Sabtu, 08 September 2012

ORANG ITU...




SIAPA ORANG ITU


Aku terjepit di suatu barisan, sampai aku sendiri lupa barisan apakah ini? Apa yang ada di ujung sana? Aku lupa. Sebelas orang ke depan aku melihat beberapa panitia membagikan konsumsi dan sebuah kaos. Aku dan temanku berada di sebuah acara yaitu Unleashing Creative Mind, acara semacam seminar dan workshop yang diprakarsai oleh DJarum foundation Goes To Campus. Ini adalah sebuah acara anak-anak beasiswa djarum yang mencoba memberikan semangat dalam terus berkarya dan berprestasi dengan berbagai macam kegiatan. Di sela-sela rasa lelah yang terus mengganggu ada seseorang yang membuat rasa lelah ku lelah untuk terus menggangguku. Seseorang yang tidak terlalu tinggi, tidak terlalu gemuk, serba pas untuk ukuran seorang mahasiswa. Berbaju kaos hitam berkerah, kulitnya yang bersih memadukan kebersamaan antara warna-warna sekitar dan cahaya sang surya. Tetap berada pada posisi pasnya bercanda tawa di seberang sana. Dari semua sudut, inilah sudut dimana tak ada celah yang dapat mengganggu mata ini. Aku terpaku.
Dari arah belakang seseorang menepukku, dua orang teman yang berbaris antri bersamaku, Nuri dan Amri.
“Ngapain buk? Ngeliatin orang ganteng apa? Yang mana?” dengan berat badannya bertumpu dipunggungku, Amri meledekku.
“Apaan sih, gak.. pacarmu dateng gak?” tak tersipu malu dan tak tau malu aku mengalihkan pembicaraan kami.
“Aziz? Gak katanya, biarin lah, kalo dia disini apa-apa gak boleh nanti” pacarnya adalah seorang yang posesif.
Aku melihat Nuri terpaku pada suatu sudut yang tak asing. Aku menelusuri lintas sudut itu. Aku tersandung, aku tertabrak, oh tidak!, lebih tepatnya aku tersedak, napasku tak bergantian dengan lancar, sistem pernapasanku tak berjalan dengan baik. Iya, di balik sudut itu adalah orang itu. Manusia serba pas beberapa saat yang lalu aku lirik.
“huft…” Aku menghela nafas panjang, lagi dan lagi. Dan sekali lagi.
            Ku urungkan niatku, toh aku tak ada niat apapun. Semoga kehidupan tetap berlanjut. Aku berpangku tangan. Acara pun sudah tak seasik dahulu. Iya, maksudnya pada awalnya. Dan semua ini membuat barisan berjalan lebih cepat. Semakin dekat dengan meja panitia semakin antri tak dibudidayakan lagi. Kami memakai cara egois dengan saling mendahulukan diri sendiri. Aku pun berhasil mendapatkan tempat pertama bersama yang pertama lainnya. Ketika aku menyadari Nuri dan Amri tak ikut bersamaku. Pertanyaannya adalah kemana mereka? Aku yang meninggalkan mereka atau mereka pulang meninggalkan aku, atau mereka diculik?. Inilah seorang Aini Rizkiana yang sedang ketakutan tak mempunyai teman dalam kehidupan yang ramai ini. Aku galau. Mataku silau, aku terganggu dengan cahaya itu, cahaya disamping kananku, hatiku gembira tanpa alasan. Siapa dia. Siapa orang itu. Orang serba pas itu berada di sampingku. Aku menyadari betapa indahnya perpaduan hidung, bibir, mata dan alis itu. Wajah itu.
            “Aini…” astaghfirullah, aku tersadar ketika seseorang memanggilku.
            Aku mencari asal suara itu, disebuah celah dari keramaian aku melihat Nuri dan Amri. Apa yang mereka sedang lakukan disana. Sepertinya mereka tak mampu menjangkauku. Mereka menyodorkan beberapa lembar kertas peserta. Aku mewakilkan mereka. Seseorang yang besar mejadi batas antara aku dan orang itu. Dia menggeser-geser tubuh kami disusul dengan dua lainnya. Orang itu terdorong ke arah seberang sana. Betapa frustasinya aku jika menjadi orang itu. Orang besar ini benar-benar tak memikirkan orang lain.
“Dia dulu aja mbak,” sepergian orang-orang besar itu pun aku mengalah dan mencoba memberitahu semua orang dengan lantang suaraku yang sedikit keras.
            Dia bersama temannya duduk tiga baris di depanku. Aku duduk dua baris dari belakang dengan Nuri dan Amri di kanan kiriku. Mataku tak ingin menuruti kata tuannya. Ia tak ingin jauh-jauh dari orang itu.
            Dengan keahlian kami bercanda tentang apa yang disajikan para panitia, aku pun tak sempat beralih pada orang itu. Sampai saat berganti ke acara selanjutnya.
            Sampailah pada acara workshop tin djarum mendatangkan Edric, seorang artis yang juga mahir dalam presenting. Secara acak panitia membuat kami menjadi berkelompok-kelompok.
            Workshop pertama ini kami mendapat tugas mempresentasikan kelompok kami mencangkup nama, lagu kebangsaan yang biasa kami sebut dengan yel yel beserta tariannya. Kelompokku mendapati soundtrack sinchan dan lagu andalan trio macan yaitu iwak peyek. Kami memutuskan memakai kata yelowies sebagai nama kelompok kami karena kami semua memakai baju warna kuning. Kaos unleashing creative mind yang disediakan dari tim djarum. Selain itu, setiap kelompok diberikan waktu untuk berkreasi sebebas mereka dengan memberi bahan dasar Lilin.
            Selesai sudah semua kelompok mempresentasikan kelompok mereka. Dan sampai detik itu juga tak kunjung kutemukan orang itu.
Saatnya IShoMa.
            Istirahat, sholat dan makan siang. Dan berpencar-pencarlah manusia manusia pada jaman itu. Ruangan dikosongkan dan dilarang untuk digunakan tempat makan siang. Kami makan siang diluar. Beberapa di kursi, dan beberapa berlesehan. Kami mendapatkan kursi. Tapi setengah perjalanan kami berasumsi bahwa makan berkursi kurang afdhol. Maka kami mengambil aliran lain. Kami memilih berlesehan. Aku, Nuri, Amri dan temanku satu lagi Rohmah. Sehabisnya makan siang kami, kami bercanda ria melupakan sejenak rasa lapar. Tiba-tiba seorang teman melewati kami, namanya Hamid. Pada saat yang bersamaan Rohmah berbisik.
            “Aini aku jadi pengen poto ma hamid, ganteng gak Ai..?” asik banget dia.
“Hamid, rohmah pengen poto ma kamu, sini aku potion, bentar aja.” Hohoho aku kuat.
            “@#$%^&*&^$&*...?????....” Rohmah Galau.
Tanpa basa basi aku merebut telepon selulernya dan mendorongnya kearah hamid.
Pada saat itu, ada yang mengganggu titik fokusku. Orang itu. Aku melihatnya, aku melihatnya. Dan sekali lagi aku melihatnya. Di sebuah pojok sana, sendiri. Aku melihatnya dan tanpa sadarku, ia melihatku. Bubar barisaaan… gerak!, pikiranku kacau. Aku kembali mengambil gambar mereka berdua. Dan aku tidak tau sengaja tanpa sengaja dia lewat dibelakang Rohmah dan Hamid.
“Aaaaaaaa” ada apa denganku, beberapa saat yang lalu tanpa tersadar aku mengembalikan HP Rohmah dan aku merogoh saku mengambil HP ku. Aku mendatanginya dan mengambil gambarnya.
            Aku tidak tau apa-apa lagi setelah itu, bagaimana dia pergi tadi, raut muka apa yang tertempel diwajahnya tadi. I have no idea.
“AKU GILA YA?” aku berceloteh ria dalam hatiku.
“Ya Allah apakah hidupku sudah hancur?” aku manusia tak bernyawa sekarang.
Aku pulang diam-diam siang itu. Aku pulang sendiri. Aku tak tau kabar Nuri, Amri dan Rohmah. Sekarang yang ada di pikiranku bagaimana caranya aku menjauh dari gedung itu, Gedung Fekon Unmul. Tempat berlangsungnya acara. Dan apa yang kulakukan sekarang. Aku melihat ke sekitar. Ada dimana aku sekarang. Aku duduk manis dengan Nuri di sebelah kananku, Amri di sebelah kiriku. Iya, semua yang tadi itu aku mengkhayal, aku mengarangnya. Aku benar-benar tak tau urat maluku putus berapa. Baiklah lihat ke depan apa yang akan terjadi nanti. Sekeras apapun aku mencoba melirik ke arah dimana orang itu duduk, sekeras itu juga kepalaku terjaga. Baiklah sekarang terserah saja.
Workshop kedua memberi tugas baru untuk kita yaitu memberi bahan dasar tissue, 1 botol air mineral dan solasi. Setiap kelompok diberi satu kata kunci. Dan kelompok kami mendapatkan satu kata kunci yaitu ‘celana’. Otakku bekerja. Aku sempat mendengar panitia memberikan kata kunci tidak harus apa makna dari kata itu. Tapi lebih ke sekreatif apa kelompok-kelompok ini. Aku mendapati ide, bahwa celana, pada dunia kampus sering di sebut jeans. Jeans di Indonesia di baca jin. Dan dalam bahasa Indonesia jin memiliki arti lain. Aku mengusulkan membuat jin botol. Dan sebuah kalimat menamparku keras-keras. Iya, aku ditolak. Akhirnya kami membuah sebuah bis tingkat masa depat dengan bentuk yang seperti celana. Oke, aku terima. Aku tak punya rakyat, untuk mendukungku.
Acara selesai.
            Semua orang berebut berfoto-foto dengan Edric. Dan di celah-celah keramaian itu aku melihat manusia serba pas itu, duduk sendiri tak berteman dan tek bercakap-cakap dengan siapapun. Aku mendatanginya. Dan..
            “Ckrek….” Suara hp ku berbunyi. Aku mengambil gambarnya.
            “Eh ada apa ini..”  suara itu terngiang di telingaku. Dia terkejut.
            “Sekali lagi…” aku mengabaikan rasa terkejutnya.
            Setelah gambar kedua kudapatkan aku pun berbalik arah sambil memandangi hasil gambarku.
            “Aini.. ambil gambar aku ma si itu ya,,,” tiba-tiba si Amri menarikku.
            Dan ternyata yang berfoto dengan Amri adalah Izul, seorang teman dari orang itu. Aku berkeluh pada Amri.
“Aku juga mau foto ri, bareng dia tuh,” aku menarik Amri dan mendatangi Orang itu. Dan dari saat itu kami berfoto ria, aku, Amri, Izul dan Orang itu.
Tiba-tiba…
            Nuri datang di antara kami, dia juga minta aku untuk mengambil gambar dia bersama orang itu.
“Ada kebakaraaaan… panggil pemadam kebakaran..?” ada kebakaran di dalam diriku.
            Sebelum aku sempat mengambil gambar mereka berdua, aku melihat Nuri menyodorkan tangannya ke Orang itu. Aku terlalu berkeringat untuk mendengar mereka berkenalan. Itulah kesalahanku saat itu. Harusnya aku mendengarkan saat dia menyebutkan namanya. Dan aku terpuruk. Aku tak tau namanya. Aku tak ingin jatuh derajatku dengan berkata-kata dengan Nuri.
Pulang..
            Selesainya acara ini, kami semua diberikan sertifikat sebagai tenda terima kasih karena telah mengikuti acara ini. Dan aku sudah keluar dari gedung itu. Dan aku masih terpuruk belum mendapati namanya.
            “Kamu kenapa Ai..?” seorang teman sekelasku mendatangiku, menyapaku.
“Aku tadi ketemu orang ganteng tapi aku belum tau namanya,” aku menunjukkan telunjukku ke arah orang itu.
            “Tanya aja, toh kamu gak akan ketemu dia lagi kan?” aku bersinar.
            “Iyaya…” aku berlari ke arah Orang itu.
            Aku beranikan diriku. Pasti bisa. Aku, Aini Rizkiana, seorang mahasiswi Pendidikan Biologi Universitas Mulaaawarman. Dengan kerudung putihnya, di lengkapi dengan kaos Djarum berwarna kuning. Aku mendatangi orang itu. Seseorang yang mencuri mataku dari awal tadi, seseorang yang serba pas, sedang memegang sertifikat bermap kuning ditangan kirinya, melihat ke arah ku. Dan tibalah aku di hadapannya dan dia di hadapanku. Terjadi adu kuat pandang. Aku kalah.
            “Namanya siapa?” aku langsung ke tujuanku.
            Tanpa berkata ia membuka map kuning yang ada di tangannya, dan  menyodorkan ku, baru mengeluarkan suaranya,
“Baca aja, bisa baca gak?” aku mengangguk. Dan aku berbalik arah dan berjalan pergi menjauhinya.
            Pada sebenarnya aku tak mampu membacanya. Aku gugup. Dan akhirnya aku hanya mengingat pandanganku. Ingatanku mengatakan dari sudut atas bertuliskan Sertifikat ini diberikan kepada, titik-titik sebagai peserta unleashing creative mind. Iya, aku melupakan bagian pentingnya, searah jalan pulang aku terus memikirkan kalimat yang aku lupa. Dan ternyata aku mengingatnya. Dia bernama Hamdi Yassar Widadi. Aku senang.
            Terima kasih untuk hari itu Hamdi. Aku hanya seorang wanita yang mengagumi kebesaran Tuhan-nya atas apa yang telah Ia ciptakan. Lebih tepatnya, manusia-manusia dengan rupa indah.
SELESAI

By : Aini Rizkiana
^$&*...?????...." ma kamu, sini aku potoin,da nak rasa lapar. tiba-ua memakai baju warna kuning. kaos biasa kami sebut d






Tidak ada komentar:

Posting Komentar